Mengulas BPJS Kesehatan sebagai salah satu Badan Hukum Publik di Indonesia


Badan Hukum Publik (publiekrecht) merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum publik atau orang banyak atau menyangkut kepentingan negara. Badan hukum ini merupakan badan negara, mempunyai kekuasaan wilayah, lembaga yang dibentuk oleh yang berkuasa, berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif/pemerintah/Badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu.
Industri
Didirikan
1968 (sebagai BPDPK)
Kantor Pusat
Jln. Let. Jend. Suprapto Cempaka Putih Jakarta Pusat
Pendapatan
Rp 3.64 triliun (2016)
Rp 763.88 miliar (2016)
Rp 12.49 triliun (2016)
Situs web

Salah satu contoh Badan Hukum Publik di Indonesia adalah BPJS. Sebelum bertransformasi menjadi BPJS, awalnya bernama PT.Jamsostek dan PT.Askes yang merupakan badan hukum private dan tunduk pada UU PT,  berstatus BUMN  taat pada UU BUMN. Sejak beroperasinya 1 Januari 2014 sampai saat ini, sesuai UU BPJS, kedua PT tersebut harus bertransformasi dan berganti nama menjadi BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan tunduk dan patuh pada UU SJSN dan UU BPJS.
Kedua UU tersebut ( UU SJSN dan BPJS) dalam ketentuan umum tidak ada mengamanatkan kepada satu kementerianpun yang diberi tanggung jawab menyelenggarakan Jaminan Sosial, kecuali kepada BPJS dengan pengawasan oleh DJSN. Bahkan dalam UU BPJS disebutkan BPJS merupakan Badan Hukum Publik, dan bertanggung jawab pada Presiden.

BPJS merupakan Badan Hukum Publik karena memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. Dibentuk dengan Undang-Undang (Pasal 5 UU BPJS);
  2. Untuk menyelenggarakan kepentingan umum, yaitu Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Pasal 2 UU BPJS);
  3. Diberi delegasi kewenangan untuk membuat aturan yang mengikat umum (Pasal 48
    ayat (3) UU BPJS);
  4. Bertugas mengelola dana public, yaitu Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan Peserta (Pasal 10 huruf d UU BPJS);
  5. Berwenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional (Pasal 11 huruf c UU BPJS);
  6. Bertindak mewakili Negara RI sebagai anggota organisasi atau lembaga internasional (Pasal 51 ayat (3) UU BPJS); dan
  7. Berwenang mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya (Pasal 11 huruf f UU BPJS);
  8. Pengangkatan Angggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi oleh Presiden, setelah melalui proses seleksi publik (Pasal 28 s/d Pasal 30 UU BPJS).

Pada prinsipnya suatu badan hukum publik, pemiliknya adalah orang/lembaga yang menempatkan modal/aset pada Badan hukum tersebut. Modal awal BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, ditetapkan masing-masing paling banyak Rp. 2.000.000.000.000, -(dua triliun rupiah), yang bersumber dari APBN (Pasal 42 UU BPJS). Modal awal dari Pemerintah, yang merupakan kekayaan Negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham.
Sumber dana BPJS Kesehatan adalah dari pemerintah (menggunakan dana APBN/APBD) dan peserta yang membayar iuran. Jadi pemilik BPJS Kesehatan adalah pemerintah dan peserta program jaminan sosial, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia.

Berikut ketentuan-ketentuan dalam pembayaran iuran oleh peserta BPJS Kesehatan :
  1. Bagi peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar oleh Pemerintah.
  2. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 3% (tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua persen) dibayar oleh peserta.
  3. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 5% ( lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta.
  4. Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% (satu persen) dari dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.
  5. Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll); peserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar:
    1. Sebesar Rp. 25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
    2. Sebesar Rp. 51.000,- (lima puluh satu ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.
    3. Sebesar Rp. 80.000,- (delapan puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
  6. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari 45% (empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.
  7. Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan
Tidak ada denda keterlambatan pembayaran iuran terhitung mulai tanggal 1 Juli 2016 denda dikenakan apabila dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak status kepesertaan diaktifkan kembali, peserta yang bersangkutan memperoleh pelayanan kesehatan rawat inap, maka  dikenakan denda sebesar 2,5% dari biaya pelayanan kesehatan untuk setiap bulan tertunggak, dengan ketentuan :
1.    Jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 (dua belas) bulan.
2.    Besar denda paling tinggi Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah).

Kewenangan BPJS Kesehatan
Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, Pasal 11 UU BPJS menyebutkan bahwa BPJS Kesehatan berwenang, sebagai berikut :
  1. Menagih pembayaran Iuran
  2. Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk Investasi Jangka Pendek dan Jangka Panjang
  3. Melakukan Pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan Pemberi Kerja
  4. Mengenakan sanksi administratif kepada Peserta atau Pemberi Kerja yang tidak memenuhi kewajibannya
  5. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan
  6. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan
  7. Melaporkan Pemberi Kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain
  8. Melakukan kerja sama dengan pihak lain

Kewajiban BPJS Kesehatan
  1. Memberikan nomor identitas tunggal kepada Peserta;
  2. Mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial dan aset BPJS untuk sebesar-besarnya kepentingan Peserta;
  3. Memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik mengenai kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya;
  4. Memberikan manfaat kepada seluruh Peserta sesuai dengan Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional;
  5. Memberikan informasi kepada Peserta mengenai hak dan kewajiban untuk mengikuti ketentuan yang berlaku;
  6. Memberikan informasi kepada Peserta mengenai prosedur untuk mendapatkan hak dan memenuhi kewajibannya;
  7. Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang lazim dan berlaku umum;
  8. Melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dalam penyelenggaraan Jaminan Sosial;
  9. Melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN.

Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan
  1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik mencakup :
1.      Administrasi pelayanan
2.      Pelayanan promotif dan preventif
3.      Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis
4.      Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif
5.      Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
6.      Transfusi darah sesuai kebutuhan medis
7.      Pemeriksaan penunjang diagnosis laboratorium tingkat pertama
8.      Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi
  1. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan mencakup :
1.        Rawat jalan, meliputi :
a)        Administrasi pelayanan
b)        Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter  spesialis dan sub spesialis
c)        Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis
d)       Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
e)        Pelayanan alat kesehatan implant
f)         Pelayanan penunjang diagnostic lanjutan sesuai dengan indikasi  medis
g)        Rehabilitasi medis
h)        Pelayanan darah
i)          Pelayanan kedokteran forensik
j)          Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan
2.        Rawat Inap yang meliputi : 
a)        Perawatan inap non intensif
b)        Perawatan inap di ruang intensif
c)     Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri

Referensi :

Mata Kuliah : Aspek Hukum Dalam Ekonomi

Komentar